Twitter

Minggu, 17 Maret 2013

Perbedaan antara Karya Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah

Kita pasti sering sekali mendengar istilah karya ilmiah. Di samping itu sebenarnya terdapat jenis penulisan yang tidak kita ketahui karena yang sering ditugaskan kepada siswa, mahasiswa dan sebagainya adalah karya ilmiah. Sehingga kita tidak mengetahui perbedaan antara karya ilmiah, semi ilmiah dan non ilmiah. Berikut ini saya akan coba memaparkan mengenai perbedaan dari ketiganya yang saya dapatkan dari berbagai sumber.

Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuawan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian.

Ciri Karya Ilmiah :
Tidak semua karya yang ditulis secara sistematis dan berdasarkan fakta di lapangan adalah sebuah karya ilmiah sebab karya ilmiah mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:
1. Objektif.
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.
2. Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
 
3. Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
4. Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
6.  Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).
7.  Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

Karya Semi Ilmiah
 
Adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun dengan bahasa konkret, gaya bahasa formasl, dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam suatu tulisan dan penulisannya tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Ciri-ciri karangan Semi Ilmiah antara lain :
1. Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
2. Fakta yang disimpulkan subyektif.
3. Gaya bahasa formal dan popular.
4. Mementingkan diri penulis.
5. Melebih-lebihkan sesuatu.
6. Usulan-usulan bersifat argumentatif, dan
7. Bersifat persuasif.  

 Karya Non Ilmiah

Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal). 

Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah, yaitu :

1. Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
2. Fakta yang disimpulkan subyektif.
3. Gaya bahasa konotatif dan populer.
4. Tidak memuat hipotesis.
5. Penyajian dibarengi dengan sejarah.
6. Bersifat imajinatif.
7. Situasi didramatisir.
8. Bersifat persuasif.
9. Tanpa dukungan bukti. 

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Non Ilmiah

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahu orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apapun namanyan, kedua-duanya memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari berbagai aspek. 

1.  Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi.
2. Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.
3. Dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah degan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah, bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus.  Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah.

Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan diatas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.     
Perbedaan Karya Ilmiah dengan Semi ilmiah 

"Kecermatan dalam berbahasa mencerminkan ketelitian dalam berpikir" adalah slogan yang harus dipahami dan diterapkan oleh seorang penulis. Melalui kecermatan bahasa gagasan atau ide-ide kita akan tersampaikan. Oleh karena itu, penguasaan bahasa amat diperlukan ketika anda menulis.  
Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi. Ciri-ciri ragam resmi yaitu menerapkan kesantunan ejaan (EYD/Ejaan Yang Disempurnakan), kesantunan diksi, kesantunan kalimat, kesantunan paragraph, menggunakan kata ganti pertama “penulis”, bukan saya, aku, kami atau kita, memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan popular, menggunakan makna denotasi, bukan konotasi, menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan, dan mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah.
Terdapat tiga bagian dalam konvensi penulisan karangan ilmiah, yaitu bagian awal karangan (preliminaries), bagian isi (main body), dan bagian isi (main body), dan bagian akhir karangan (referance matter). Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semiilmiah/ilmiah popular dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang umum atau popular yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra.

Sumber :

Wikipedia. Karya Ilmiah.
http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_ilmiah [Tanggal akses : 15 Maret 2013]

Selly's Blog. 2012. Perbedaan Karangan Ilmiah, Semi-ilmiah, dan Non-ilmiah. 
http://sellyinthewords.blogspot.com/2012/03/perbedaan-karangan-ilmiah-semi-ilmiah.html [Tanggal akses : 15 Maret 2013]

Nadiachya. 2012. Perbedaan Antara Karangan Ilmiah, Non Ilmiah, dan Semi Ilmiah.
http://nadiachya.blogspot.com/2012/04/perbedaan-antara-karangan-ilmiah-non.html [Tanggal akses : 15 Maret 2013]

Fikarzone. 2011. Karya Ilmiah & Non Ilmiah.
http://fikarzone.wordpress.com/2011/02/15/karya-ilmiah-non-ilmiah/ [Tanggal akses : 15 Maret 2013] 

Penalaran Deduktif

Pada tulisan kali ini saya akan membahas lebih rinci mengenai penalaran deduktif. Di sini kita akan lebih memahami mengenai paragraf deduktif, macam - macam penalaran deduktif, dan sebagainya. Berikut ini adalah penjelasannya.
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu haru memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh Paragraf Deduktif
Setiap hari selalu terjadi kemacetan di Jakarta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, jumlah armada yang banyak tidak seimbang dengan luas jalan. Kedua, kedisiplinan pengendara kendaraan sangat minim. Ketiga, banyak tempat yang memunculkan gangguan lalu lintas, misalnya pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Keempat, kurang tegasnya petugas yang berwenang dalam mengatur lalu lintas serta menindak para pelanggar lalu lintas.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf (deduktif), yaitu Setiap hari selalu terjadi kemacetan di Jakarta.

Macam-Macam Penalaran Deduktif
  • Silogisme Hipotesis
Silogisme Hipotesis adalah jenis silogisme yang terdiri atas premis mayor yang bersifat hipotesis, dan premis minornya bersifat katagorial. Silogisme Hipotesis ini dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1 . Silogisme Hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh :

Jika hari ini cerah , saya akan ke rumah kakek ( premis mayor )
Hari ini cerah ( premis minor )
Maka saya akan kerumah kakek ( kesimpulan ).
2. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuen

Contoh :

Jika hutan banyak yang gundul, maka akan terjadi global warming ( premis mayor )
Sekarang terjadi global warming ( premis minor )
Maka hutan banyak yang gundul ( kesimpulan ).
3. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent
Jika pembuatan karya tulis ilmiah belum di persiapkan dari sekarang, maka hasil tidak
akan maksimal
pembuatan karya ilmiah telah di persiapkan
maka hasil akan maksimal
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari konsekuen

Bila presiden Mubarak tidak turun , Para demonstran akan turun ke jalan
Para demonstran akan turun ke jalan
Jadi presiden Mubarak tidak turun.
4. Kaidah silogisme hipotesis
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:

1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

  • Silogisme Alternatif 
Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya; kalau premis minornya menerima satu alternatif, maka alternatif lainnya ditolak; kalau premis minornya menolak satu alternatif, maka alternatif lainnya diterima dalam konklusi.

Contoh :

My : Nenek susi berada di Bandung atau woniosobo.
Mn : Nenek Susi berada di Bandung.
K : Jadi, Nenek Susi tidak berada di wonosobo.
My : Nenek Susi berada di Bandung atau wonosobo.
Mn : Nenek Susi tidak berada di wonosobo.
K : Jadi, Nenek Susi berada di Bandung.

  •  Entimen 
Entimem adalah silogisme yang dipersingkat. Disaat tertentu orang ingin mengemukakan sesuatu hal secara praktis dan tepat sasaranBentuk semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme, Yunani. Lebih jauh kata itu berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Dalam tulisan-tulisan bentuk ilmiah yang dipergunakan, dan bukan bentuk formal seperti silogisme.
Contoh :
PU : Jika bachdim tidak menikah cepat, Irfan akan dimarahi fadillah
PK :bachdim mau menikah cepat.
K : bachdim tidak dimarahi fadillah.
 Entimem : Irfan tidak dimarahi Kartika karena Irfan mau menikah cepat
Contoh :
PU : Semua orang ingin sukses harus belajar dan berdoa
PK : Lita ingin sukses
K : Lita harus belajar dan berdoa
Rumus Silogisme Entinem : C = B karena C = A

Sumber :
Kopi Hijau. 2013. Penalaran deduktif.
http://kopihijau.info/contoh-paragraf-deduktif/ [Tanggal Akses : 15 Maret 2013]
Dunia Kadhut. 2010. Penalaran Deduktif.
http://nopi-dayat.blogspot.com/2010/03/penalaran-deduktif.html [Tanggal Akses : 15 Maret 2013]

Bahasa Indonesia. 2012. Penalaran Deduktif.
http://ichsan-dwi-putra.blogspot.com/2012/05/penalaran-deduktif.html [Tanggal Akses : 15 Maret 2013]

WartaWarga 2011. Silogisme.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/silogisme-2/ [Tanggal Akses : 15 Maret 2013]

Penalaran

Dalam kehidupan sehari - hari banyak sekali sesuatu hal yang kita jumpai dan membutuhkan suatu penalaran. Namun semua itu sering tidak kita sadari karena kita sendiri tidak tahu apa itu penalaran. Namun lebih baik lagi jika kita tidak hanya mengetahui tentang penalaran, namun juga tahu tentang persyaratan dalam penalaran, macam - macam penalaran dan lain - lain. Pada kesempatan ini saya akan sedikit memaparkan mengenai penalaran yang saya dapatkan dari berbagai sumber. Mari kita simak dalam tulisan berikut ini.

Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses pengambilan kesimpulan mengenai sesuatu atau hal baru dengan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Contohnya jika melakukan pengamatan yang sejenis juga akan membentuk proposisi-proposisi yang sejenis, maka berdasarkan proposisi yang diketahui atau dianggap benar tersebut seseorang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebutkan dengan konklusi (consequence). Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak,  dimana untuk mewujudkannya diperlukan sebuah simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran ini berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan berupa argumen. 

Persyaratan dalam Penalaran
 
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat-syarat dalam menalar dapat dipenuhi. Persyaratan tersebut diantaranya sebagai berikut :
  1. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  2. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan-aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Macam-macam Penalaran  
  • Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan secara logika dari premis yang diberikan. Sebagai contoh :

Jika hari ini hari tidak hujan maka Ikhsan akan pergi ke tempat rekreasi
Hari ini tidak hujan
Oleh karena itu Ikhsan pergi ke tempat rekreasi

Dalam penarikan kesimpulan yang bersifat deduktif, kita perlu mengumpulkan fakta-fakta yang perlu yaitu suatu proposisi (pernyataan) umum dan suatu proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan proposisi umum. Jika identifikasi yang dilakukan benar dan proposisinya benar, maka diharapkan suatu kesimpulan yang benar dan proposisinya menarik kesimpulan disebut premis.

  •   Penalaran Induktif

Induksi/induktif adalah men-generalisasi atau membuat umum suatu hal dari kasus-kasus yang pernah kita lihat atau alami untuk menarik kesimpulan mengenai hal lain yang belum pernah kita lihat atau alami. Misalnya jika anda pernah melihat seekor anjing berwarna hitam galak maka anda mungkin berkesimpulan bahwa semua anjing berwarna hitam adalah galak. Hal ini mungkin tidak benar.

Meskipun induksi mungkin tidak dapat diandalkan namun merupakan proses yang berguna. Induksi mengakibatkan manusia senantiasa belajar mengenai lingkungannya. Manusia mungkin dapat menghadapi masalah lain yang serupa. Kalaupun nantinya hal yang ditemui berbeda dari asumsi awal, maka manusia cenderung sulit untuk bergeser dari asumsinya.

Macam-macam Penalaran Induktif

1. Generalisasi 

Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.

Contoh : 

Ibrahimovic adalah seorang pesepakbola, dia berpostur badan tinggi
Ronaldo adalah seorang pesepakbola, dia berpostur badan tinggi

*Generalisasi : "Semua pesepakbola berpostur badan tinggi" hanya memiliki kebanaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya. Contoh kesalahannya : Andik adalah pesepakbola, tetapi tidak berpostur badan tinggi.

Berdasarkan jumlah fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi dua, yaitu generalisasi sempurna dan generalisasi sebagian atau generalisasi tidak sempurna.

Generalisasi Sempurna

Generalisasi sempurna adalah generalisasi yang mana diselidikinya seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan. Sebagai contoh : setelah kita memperhatikan jumlah hari setiap satu minggu pada setiap bulan, kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa setiap satu minggu dalam satu bulan memiliki hari tidak lebih dari tujuh. Dalam penyimpulan ini keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap satu minggu kita selidiki satu persatu tanpa adanya yang ditinggalkan. Kesimpulan dari generalisasi diatasa merupakan suatu kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat.

Generalisasi Tidak Sempurna

Generalisasi tidak sempurna adalah generalisasi yang mengambil kesimpulan hanya pada sebagian fenomena, tetapi kesimpulan tersebut berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Sebagai contoh : kita menyelidiki sebagian mahasiswa Gunadarma sangat antusias membaca buku diperpustakaan, kemudian disimpulkan bahwa mahasiswa Gunadarma adalah mahasiswa yang sangat antusias membaca buku diperpustakaan, maka kesimpulan ini adalah generalisasi tidak sempuran atau sebagian.

Generalisasi yang semacam ini banyak digunakan dalam perkembangan pengetahuan karena generalisasi ini menciptakan ilmu yang disusun berdasarkan fakta-fakta observasi, karena ilmu tidak untuk menyajikan kebenaran mutlak melainkan kebenaran relatif, karena kalau ilmu berdasarkan pada suatu kebenaran yang pasti mutlak maka perkembangan ilmu tersebut sangat lambat, karena hanya mengkaji kebenaran, dan kebenaran itu bisa berangkat dari suatu kesalahan yang diobservasi. Walaupun generalisasi ini hanya berdasarkan pada sejumlah fenomena tapi kesimpulan yang didapatkan akan menjadi betul dan kuat apabila didasarkan pada prosedur yang benar.

2. Analogi

Analogi adalah cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunya sifat yang sama. Analogi mempunyai 4 fungsi, antara lain :

a. Membandingkan beberapa orang yang memiliki sifat kesamaan.
b. Meramalkan kesamaan
c. Menyingkapkan kekeliruan
d. Klasifikasi

Contoh analogi : 

Kanita adalah lulusan Akademi Dragon.
Kanita dapat menjalankan tugasnya dengan sangat baik.
Ali adalah lulusan Akademi Dragon.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

3. Kausal

Kausal merupakan prinsip sebab-akibat yang ilmu dan pengetahuan yang dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan dan perantaraan ilmu yang lain dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan -kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.

Macam hubungan kausal :

Sebab-akibat 
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.

Akibat-sebab
Bobi tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik

Akibat-akibat
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran dirumah basah.

Contoh Kausal :

Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Di samping itu, irigasi di desa ini tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk yang semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan pertaniannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan panen di desa ini selalu gagal.

Sumber :

Wikipedia. Penalaran.
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran [Tanggal akses : 14 Maret 2013]

Aatmandai. 2012. Generalisasi.
http://aatmandai.blogspot.com/2012/05/generalisasi.html [Tanggal akses : 14 Maret 2013]

Wikipedia. Kausaltias.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kausalitas [Tanggal akses : 14 Maret 2013]
Agushinta, Dewi R & Primashanti, Ida Ayu Yulie. 2007. Interaksi Manusia dan Komputer.  
Depok : Universitas Gunadarma.

Imasmasriahprasetya. 2012. Bahasa Indonesia Tentang Penalaran, Induksi, Deduksi.
http://imasmasriahprasetya.wordpress.com/2012/03/18/bahasa-indonesia-tentang-penalaraninduksideduksi/ [Tanggal akses : 14 Maret 2013]

Yogatama Anggita. 2012. Penalaran Induktif.
http://yogatama-anggita.blogspot.com/2012/04/penalaran-induktif.html [Tanggal akses : 14 Maret 2013]


Panksgatsred. 2011. Penalaran Induktif.
http://panksgatsred.blogspot.com/2011/02/penalaran-induktif.html [Tanggal akses : 14 Maret 2013]