Twitter

Sabtu, 05 Mei 2012

Kakek yang Berhati Mulia

Saat di perjalanan, dari Depok menuju terminal kampung rambutan, kutemui seorang kakek kira – kira berumur 80 tahun, megenakan baju koko dan berkopiah di angkot 112 yang saya naiki. Saya duduk berjauhan dengannya. Terlihat wajahnya masih segar, bercahaya, dan ramah. Saya perhatikan, kakek tersebut mencoba menerawang, mengenali jalan yang sedang dilalui. Saya berpikir, mungkin kakek tersebut mencoba mengingat jalan ke tempat tujuan yang sudah lama tidak ia kunjungi.
Saat sampai di fly over pasar rebo, beliau memperhatikan anak – anak kecil yang berlarian ke sana kemari berebut angkutan umum yang akan mereka jadikan sebagai tempat mencari uang, yaitu mengamen. Tetap saya perhatikan kakek tersebut. Beliau terlihat prihatin melihat kondisi anak – anak yang masih kecil harus berjuang mencari uang.
Kakek tersebut tetap membagi konsentrasinya dengan memperhatikan jalan. Sepertinya beliau tak juga mengenali jalan yang sedang dilalui. Mobil – mobil jalan perlahan karena agak macet. Kemudian memutuskan untuk turun, namun terlihat ragu. Dibayarkannya uang 5 ribu rupiah kepada sopir. Uang kembalian 4 keping uang logam limaratus rupiah pun beliau berikan kepada 2 pengamen anak – anak yang masuk ke dalam angkot yang kami naiki. Sambil memberi senyuman, uang logam pun diberikannya. Saat akan turun, beliau bertanya kepada sopir, “Pak, Ciracas sudah lewat belum?” dengan suara yang agak serak. Sopir pun menjawab dengan cepat bahwa daerah yang kakek tersebut tuju sudah terlewat jauh, dan menyalahkan kakek tersebut karena tidak menanyakan sebelumnya. Kemudian kakek tersebut berbicara lagi, membuat hati saya sedih. “Sudah terlewat ya pak? Iya, penglihatan mata saya sudah kabur, saya bingung sudah sampai mana. Saya mau ke rumah anak saya di Ciracas, mau bertemu, soalnya sudah lama.” Hati saya sangat tersentuh, ingin saya mengajak ngobrol, namun tempat duduk yang jauh dan terhalang oleh penumpang lain, membuat saya tidak bisa melakukannya. Sopir tersebut menawarkan untuk mengantarkan kakek tersebut tanpa harus membayar lagi, namun harus berputar dulu ke teminal kampung rambutan. Butuh waktu yang cukup lama, tetapi kakek tersebut menerima tawaran tersebut dengan tetap tersenyum.
Di situ saya mulai berpikir, mengapa kakek tersebut yang harus mendatangi dan mengunjungi anaknya? Mengapa tidak anaknya yang masih muda untuk lebih berinisiatif mengunjungi orang tuanya? Dari kejadian ini saya dapatkan banyak pelajaran. Saya sadar bahwa orang tua selalu merindukan anaknya, ingin diperhatikan oleh anaknya, dan pasti merasa senang bila dikelilingi anak – anaknya yang berbakti kepadanya.
Hati kakek tersebut memang mulia. Beliau tidak mau mengandalkan anaknya untuk dapat bertemu. Beliau sangat menginspirasi saya untuk dapat lebih peka terhadap perasaan orang tua. Dan saya akan berusaha untuk dapat membuat orang tua saya bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar