Berawal dari rasa penasaran saat saya temui seekor serangga mirip ulat dan lalat besar ini hinggap di pintu kamar kost-an saya, saya mencari tahu tentang serangga ini di internet. Ternyata serangga ini adalah “Tonggeret” yang selama ini saya ketahui hanya dari nama dan suaranya saja. Karena saya beberapa kali melakukan pendakian sebuah gunung yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, dan tiap kali saya melakukan pendakian itu saya selalu mendengar suara nyaring seperti jangkrik(namun jauh lebih kencang) dan ketika saya menanyakan tentang suara itu mereka menjawab “Itu adalah suara Tonggeret”. Dan baru kali ini saya melihat dengan mata kepala saya sendiri penampakan serangga itu. Saya merasa beruntung dan takjub melihat serangga tersebut, karena mereka mengatakan bahwa tonggeret sangat jarang terlihat oleh manusia walaupun suaranya sering kita dengar. Berhubung di dekat kost-an saya masih ada pohon-pohon yang lumayan besar, mungkin ia sedang terbang mencari tempat yang nyaman untuk bernyanyi. Hehe..
Tonggeret yang bernama Latin Cicada (Dalam bahasa Jawa: Garengpung) ini adalah seekor serangga yang seolah memberitahu bahwa musim hujan akan berlalu dan masuknya musim kemarau. Namun sayangnya di waktu sekarang ini, iklim mulai tidak bersahabat. Kita tidak dapat memprediksikan, kapan hujan akan datang dan kapan kemarau akan berlangsung. Saat ini bumi kita banyak sekali dipengaruhi efek dari pemanasan global(Global Warming) yang membuat sedikit demi sedikit lapisan ozon semakin menipis, sehingga tidak ada lagi kepastian tentang kapan perubahan iklim itu terjadi seperti waktu dahulu saat bumi masih belum banyak mengalami perusakkan.
Tonggeret menunggu 17 tahun agar dapat bernanyi selama beberapa hari.
Kembali saya ingin mengulas tentang serangga yang membuat takjub diri saya pribadi. Di samping keunikan bentuk dari Tonggeret ini, ternyata Tonggeret harus menunggu selama 8 sampai 17 tahun (tergantung spesies) agar dapat bernyanyi(bersuara) seperti itu. Dia harus menunggu di dalam cangkang telur dan harus rela terkubur sebagai nymphia untuk jangka waktu yang sangat lama agar bisa muncul di pepohonan nan hijau 17 tahun kemudian. Setelah selama 17 tahun terkubur, garengpung jantan akan keluar dari tanah dan mulai berdendang dengan suara yang khas untuk mengundang si betina agar mau menghampirinya lalu menikah denganya. Artinya garengpung yang saya temui itu adalah hasil pembuahan 8 sampai 17 tahun silam. Sungguh takjub saya setelah membaca tentang serangga yang satu ini. SUBHANALLAH…..
Konon bulu tipisnya itu mampu menghasilkan suara dengan intensitas sampai dengan 120 DB (dari jarak dekat), dan badannya yang hanya sebesar ibu jari sebagai 'resonance chamber', atau bisa kita bilang badannya sebagai amplifier dari sebuah gitar elektrik. Tak heran bila ia dinobatkan sebagai serangga bersuara ternyaring.
Namun sayang nanyian itu hanya terdengar 3 sampai 6 hari saja. Karena setelah mereka benyanyi dan melakukan pembuahan, maka sang jantan akan segera mati. Begitupun si setina, setelah berhasil menempatkan telurnya pada tempat yang aman dia akan segera menyusul sang kekasih.
Namun sayang nanyian itu hanya terdengar 3 sampai 6 hari saja. Karena setelah mereka benyanyi dan melakukan pembuahan, maka sang jantan akan segera mati. Begitupun si setina, setelah berhasil menempatkan telurnya pada tempat yang aman dia akan segera menyusul sang kekasih.
Seandainya Tonggeret dapat mengungkapkan isi hatinya kepada manusia, mungkin ia akan berkata “Mengapa saat kini, saat waktunya aku untuk keluar dari cangkangku dan bernyanyi untuk memberitahukanmu tentang kabar gembira bahwa musim kemarau segera tiba, namun hujan masih sering turun sehingga aku tak mampu bersenandung seperti hakekatnya pendahulu sebelum diriku. Apa yang sudah terjadi? Ada apa dengan iklim ini?”.
Maka, apa yang akan terbesit di pikiran manusia yang telah membuat iklim ini tak menentu? Membuat kerusakkan dengan menebang hutan sembarangan, membuang sampah di sungai, dan tidak lagi memikirkan untuk melestarikan bumi ini. Mungkin Tonggeret sangat mengerti tentang fana-nya dunia ini, betapa berharganya waktu hidup di dunia.
Semoga saya dan kita semua mampu mengambil hikmah dari satu filosofi “Tonggeret” ini. Menjadi manusia yang lebih menghargai waktu, dan mengingat kepada Sang Pencipta bahwa kita hidup di dunia ini hanyalah sementara dan akan kembali kepada-Nya.
2 komentar:
SUPER SEKALI..
Kalau di daerah sunda namanya turaes, sering kedenger kalo musim kemarau, cuman sekarang-sekarang udah jarang banget cuman di tempat-tempat tertentu aja -_-
Posting Komentar